Harga CPO Melemah, Pasar Sawit Global Waspadai Tekanan dari Penguatan Ringgit
- Selasa, 28 Oktober 2025
JAKARTA - Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) kembali terkoreksi di Bursa Malaysia setelah dua hari berturut-turut melemah.
Tekanan terhadap harga komoditas andalan ekspor Indonesia dan Malaysia ini semakin terasa akibat penguatan nilai tukar ringgit, yang membuat investor cenderung menahan posisi beli.
Tren pelemahan harga CPO yang terjadi di akhir Oktober 2025 mencerminkan sentimen pasar yang berhati-hati, di tengah ketidakpastian permintaan global dan fluktuasi mata uang kawasan.
Baca JugaIndonesia Dorong Ketahanan Energi dan Transisi Bersih di Kawasan ASEAN
CPO Terus Melemah di Tengah Penguatan Ringgit
Pada perdagangan Senin, 27 Oktober 2025, harga CPO kontrak pengiriman Januari 2026 di Bursa Malaysia ditutup pada level MYR 4.372 per ton, turun 1,09 persen dibandingkan posisi akhir pekan lalu. Ini merupakan harga terendah dalam hampir sebulan terakhir, tepatnya sejak 30 September 2025.
Koreksi ini menandai penurunan dua hari beruntun, di mana secara kumulatif harga telah melemah sebesar 2,19 persen. Tekanan utama datang dari penguatan nilai ringgit Malaysia yang menguat sekitar 0,36 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam perdagangan komoditas, CPO diperdagangkan menggunakan ringgit, sehingga apresiasi mata uang tersebut otomatis membuat harga CPO menjadi lebih mahal bagi investor asing. Akibatnya, minat beli menurun dan tekanan jual meningkat di pasar berjangka.
Meski begitu, analis menilai bahwa fundamental pasar CPO secara umum masih cukup kuat, terutama dari sisi permintaan biodiesel dan kebutuhan industri pangan. Namun, dalam jangka pendek, pergerakan harga akan sangat bergantung pada arah mata uang ringgit dan harga minyak mentah dunia.
Sentimen Pasar Masih Cenderung Netral
Secara teknikal, pergerakan CPO masih berada di zona bullish moderat meskipun harga terkoreksi dalam dua sesi terakhir. Berdasarkan analisis harian (daily time frame), indikator Relative Strength Index (RSI) berada di level 51 — masih di atas batas netral 50.
Posisi RSI tersebut menunjukkan bahwa momentum positif belum sepenuhnya hilang, meskipun tren jangka pendek mengindikasikan adanya potensi konsolidasi. Di sisi lain, indikator Stochastic RSI menunjukkan angka 11, yang berarti aset CPO berada dalam kondisi jenuh jual (oversold).
Kondisi ini bisa menjadi sinyal teknikal adanya potensi rebound, karena harga yang terlalu rendah biasanya mendorong investor untuk kembali masuk ke pasar. Namun, penguatan harga baru akan terkonfirmasi jika CPO mampu menembus titik pivot penting di kisaran MYR 4.453 per ton.
Apabila momentum beli mulai meningkat, harga CPO berpotensi menguji level resistensi di MYR 4.485 per ton, yang merupakan rata-rata pergerakan (Moving Average/MA) 5 hari. Jika berhasil melampaui level tersebut, target penguatan berikutnya berada di MYR 4.504 per ton, sejajar dengan MA-10.
Tekanan dari Sisi Support Masih Terbuka
Meski peluang rebound terbuka, risiko pelemahan lanjutan tetap perlu diwaspadai. Jika harga gagal bertahan di atas level pivot, maka target support terdekat berada di MYR 4.368 per ton.
Apabila tekanan jual berlanjut hingga menembus batas itu, support lanjutan diperkirakan akan berada di level MYR 4.202 per ton, yang menandai area penting bagi pelaku pasar untuk menentukan arah berikutnya.
Pergerakan harga CPO yang sensitif terhadap pergerakan ringgit membuat banyak pelaku pasar lebih berhati-hati menjelang rilis data ekonomi Malaysia dan perkembangan harga minyak global.
Di sisi lain, beberapa analis menilai bahwa permintaan domestik untuk biodiesel di Indonesia dan Malaysia berpotensi menahan penurunan lebih dalam, apalagi dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk pasokan biodiesel yang masih terus berjalan.
Namun demikian, kebijakan ini juga memiliki sisi lain: penyerapan CPO di dalam negeri yang tinggi dapat mengurangi ketersediaan untuk ekspor, sehingga berpotensi memengaruhi harga internasional jika tidak diimbangi peningkatan produktivitas.
Prospek Harga CPO di Akhir Tahun
Ke depan, arah harga CPO akan sangat ditentukan oleh faktor eksternal dan teknikal pasar. Penguatan ringgit yang berkelanjutan dapat menjadi hambatan utama bagi kenaikan harga, sementara pelemahan mata uang tersebut justru bisa membuka ruang rebound.
Selain itu, pergerakan harga minyak mentah dunia juga akan turut memengaruhi, mengingat CPO digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Ketika harga minyak mentah naik, permintaan terhadap CPO untuk energi terbarukan biasanya ikut meningkat.
Beberapa analis memperkirakan bahwa hingga akhir kuartal IV-2025, harga CPO akan bergerak dalam rentang MYR 4.200–4.550 per ton, dengan kecenderungan menguat terbatas apabila tidak ada perubahan signifikan pada nilai tukar ringgit.
Dengan kondisi fundamental yang relatif stabil, pelaku pasar disarankan untuk mencermati pergerakan teknikal harian dan indikator sentimen global, terutama terkait inflasi, suku bunga, dan kebijakan ekspor Malaysia.
Secara umum, CPO masih berpeluang pulih dari tekanan jangka pendek, meskipun pasar akan tetap fluktuatif mengikuti dinamika mata uang dan permintaan energi dunia.
Mazroh Atul Jannah
idxcarbon adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Harga CPO Melemah, Pasar Sawit Global Waspadai Tekanan dari Penguatan Ringgit
- Selasa, 28 Oktober 2025
BI Jajaki Kerja Sama dengan Apple untuk Perluas Layanan QRIS Tap di iPhone
- Selasa, 28 Oktober 2025
Saham Emiten Prajogo Pangestu Bergerak Variatif, Peluang dan Tantangan Investor Masih Terbuka
- Selasa, 28 Oktober 2025
KUR BNI 2025: Panduan Lengkap Pengajuan Online dan Simulasi Cicilan Hingga Rp500 Juta
- Selasa, 28 Oktober 2025
Berita Lainnya
Update Harga BBM 28 Oktober 2025: Dexlite dan Pertamina Dex Naik, Pertamax Tetap Stabil
- Selasa, 28 Oktober 2025
Tarif dan Harga Token Listrik PLN Tetap Stabil, Ini Rincian untuk Periode Akhir Oktober 2025
- Selasa, 28 Oktober 2025
Sektor Tekstil dan Garmen Indonesia Tetap Bergairah Hadapi Tantangan Global
- Selasa, 28 Oktober 2025











