Menguak Akar Fenomena Fatherless di Indonesia: Saat Figur Ayah Kian Menghilang
- Senin, 27 Oktober 2025
JAKARTA - Fenomena hilangnya peran ayah dalam kehidupan anak, atau yang dikenal dengan istilah fatherless, kini menjadi sorotan serius di Indonesia. Bukan sekadar persoalan keluarga, kondisi ini mencerminkan tantangan sosial yang semakin kompleks. Berdasarkan temuan Desk Investigasi & Jurnalisme Data Harian Kompas, sekitar seperlima anak di Indonesia, atau setara dengan 15,9 juta anak di bawah usia 18 tahun, berpotensi mengalami fatherless.
“Dari olah data kami, seperlima anak di Indonesia, anak usia kurang dari 18 tahun berpotensi fatherless,” ujar Albertus Krisna.
Fenomena ini menunjukkan bahwa keberadaan ayah dalam keluarga bukan hanya soal fisik, tetapi juga keterlibatan emosional yang berkelanjutan. Lalu, apa saja penyebab utama meningkatnya kasus fatherless di Tanah Air?
Baca Juga7 Aplikasi Online Shopping Luar Negeri yang Bisa Kirim ke Indonesia
Perceraian Membuat Anak Kehilangan Sosok Ayah
Salah satu penyebab paling dominan dari fatherless di Indonesia adalah perceraian. Dalam temuan Harian Kompas, mayoritas psikolog klinis yang diwawancarai menyebutkan perceraian sebagai faktor utama.
“Dari 16 psikolog klinis, paling banyak kata yang muncul ketika kita tanyakan penyebab fatherless itu adalah perceraian. Dari masing-masing psikolog, 16 frasa menyebutkan perceraian,” ungkap Krisna.
Perpisahan orangtua sering kali membuat anak kehilangan kedekatan emosional dengan ayahnya. Psikolog Klinis, Widya S. Sari, M.Psi., menegaskan bahwa kehilangan figur ayah tidak hanya berarti kehilangan kehadiran fisik, tetapi juga dukungan emosional yang krusial.
“Ketika figur ayah itu hilang, tidak hanya secara fisik, tapi sistem dukungan emosionalnya pun ikut hilang,” ujarnya. Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah berisiko kehilangan rasa aman dan kelekatan yang penting bagi perkembangan psikologisnya.
Tantangan Jam Kerja dan Minimnya Kehadiran Emosional
Selain perceraian, jam kerja yang panjang juga menjadi faktor yang kerap memisahkan ayah dari anak-anaknya. Banyak keluarga yang secara ekonomi bergantung pada ayah, tetapi di sisi lain, waktu kebersamaan mereka semakin terbatas karena tuntutan pekerjaan.
Namun, Widya menekankan bahwa peran ayah tidak bisa diukur hanya dari lamanya waktu bersama anak. “Keterlibatan ayah bukan hanya tentang kuantitas waktu, tapi juga kualitas kehadirannya. Situasi hidup tidak selalu ideal, ada ayah yang harus bekerja di luar kota atau luar negeri,” jelasnya.
Artinya, kehadiran ayah secara emosional tetap bisa dirasakan meskipun secara fisik terpisah. Komunikasi yang konsisten, dukungan moral, dan keterlibatan dalam pengasuhan menjadi kunci untuk menghindari kondisi fatherless meski dalam keterbatasan waktu.
Jarak Fisik dan Minimnya Lapangan Kerja Memperburuk Kondisi
Di beberapa daerah, keterbatasan lapangan pekerjaan juga berkontribusi terhadap meningkatnya kasus fatherless. Banyak ayah yang terpaksa merantau jauh dari keluarga demi mencari nafkah, dan kondisi ini menyebabkan mereka kehilangan kesempatan untuk hadir dalam momen penting anak.
“Ketika provinsi dengan anak potensi fatherless itu tinggi, di sana penyediaan lapangan kerjanya minim,” jelas Krisna.
Menurut Widya, jarak fisik yang tidak diimbangi dengan kehadiran emosional dapat membuat anak kehilangan validasi dan rasa aman dari figur ayah. “Pada kondisi-kondisi tertentu di mana pengasuhan tidak ideal, anak tidak belajar secara optimal untuk mengendalikan perilakunya, mengenal emosinya, dan membangun relasi sosial yang sehat,” paparnya.
Namun, hal ini bukan berarti ayah sepenuhnya kehilangan peran. Dukungan emosional tetap bisa diberikan melalui komunikasi jarak jauh atau keterlibatan kecil dalam kehidupan anak. Di sisi lain, ibu juga berperan penting sebagai jembatan antara ayah dan anak. “Di tengah kesibukan ayah, ibu bisa melihat celah bahwa ayah bisa masuk ke dalam momen anak,” tambah Widya.
Kekerasan dan Kehilangan Figur Ayah Karena Kematian
Kekerasan dalam rumah tangga menjadi faktor lain yang memperparah kondisi fatherless. Ketika rumah menjadi sumber ketakutan, anak justru menjauh dari ayah dan kehilangan rasa aman yang seharusnya didapatkan dari figur pelindung tersebut.
“Anak yang tidak pernah merasa aman dengan ayahnya, sering tumbuh menjadi orang dewasa yang kesulitan merasa aman untuk menjaga dirinya sendiri,” ungkap Widya.
Krisna menambahkan, “Anak yang tumbuh tanpa figur ayah itu bisa bertumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, dan kadang-kadang banyak menjadi korban kekerasan.” Situasi ini memperlihatkan betapa pentingnya kehadiran ayah yang sehat secara emosional dalam membentuk karakter anak.
Selain kekerasan, faktor lain yang tak bisa dihindari adalah kematian ayah. Kehilangan ini memang menimbulkan ruang kosong dalam diri anak, tetapi Widya menilai bahwa luka tersebut bisa diubah menjadi kekuatan.
“Karena satu dan lain hal dan hidup berjalan tidak ideal, tapi bisa diupayakan dari sisi-sisi lainnya. Jadi, kita perlu mengubah narasi fatherless jadi father involve society, baik itu dari figur ayah sebenarnya atau figur-figur yang ada di sekitarnya,” tuturnya.
Ia menambahkan, “Mungkin apa yang terjadi pada kita tidak mendefinisikan seluruh hidup kita. Bahkan, di ruang kosong, kita masih bisa menumbuhkan hal-hal positif.”
Membangun Kembali Kehadiran Ayah dalam Keluarga
Fenomena fatherless di Indonesia adalah cermin dari perubahan sosial dan ekonomi yang kompleks. Perceraian, jam kerja panjang, jarak fisik, kekerasan, hingga kematian menjadi pemicu yang perlu ditangani dengan pendekatan multidimensi.
Solusinya bukan hanya menghadirkan ayah secara fisik, tetapi juga menciptakan keterlibatan emosional yang kuat. Keluarga, masyarakat, dan lingkungan sosial perlu bergandengan tangan membangun kembali peran ayah sebagai sumber kasih, perlindungan, dan panutan bagi anak-anak Indonesia.
Mazroh Atul Jannah
idxcarbon adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Presiden Prabowo Hadiri Sejumlah Pertemuan di Sela KTT ASEAN Kuala Lumpur
- Senin, 27 Oktober 2025
Harga Sembako Hari Ini 27 Oktober 2025 di Banten: Beras, Minyak, dan Cabai Naik
- Senin, 27 Oktober 2025
Berita Lainnya
Bisa Gak Sih Sourdough Dikukus? Ini Fakta dan Cara Tepat Membuatnya!
- Senin, 27 Oktober 2025
Waspadai Akrilamida, Zat Berbahaya yang Mengintai di Balik Makanan Renyah Favoritmu
- Senin, 27 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Mengenal Jenis Model Bisnis E-Commerce dan Contohnya
- 27 Oktober 2025
2.
3.
4.
Proyek Batu Bara Jadi DME Siap Gantikan LPG Tahun Depan
- 27 Oktober 2025













