Pasar Saham Indonesia Mengalami Tekanan: Saham Perbankan Melemah Dipicu Kekhawatiran Terhadap Kebijakan Donald Trump
- Rabu, 15 Januari 2025
Jakarta – Ketidakpastian global tampaknya telah mencengkeram pasar saham Indonesia, khususnya di sektor perbankan. Pergerakan saham-saham perbankan besar seperti BBRI, BBTN, BMRI, BBCA, BBNI, BNGA, dan NISP mengalami penurunan signifikan dalam sepekan terakhir. Menurut Hans Kwee, seorang ekonom dan praktisi pasar modal terkenal, pelemahan ini disebabkan oleh kekhawatiran yang memuncak menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
Hans Kwee menjelaskan bahwa kekhawatiran pelaku pasar, terutama investor asing, terkait kebijakan-kebijakan yang kemungkinan diterapkan oleh Donald Trump menjadi faktor utama capital outflow, terutama dari saham-saham Blue Chip perbankan Indonesia. "Kenapa asing keluar? Karena menjelang kepemimpinan Donald Trump, pasar khawatir kebijakan Trump cenderung merugikan negara berkembang termasuk Indonesia," ujar Hans saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.
Tekanan dari Kebijakan Ekonomi AS
Salah satu aspek yang diwaspadai oleh investor adalah potensi meningkatnya inflasi di AS, yang diperkirakan akan berdampak pada kenaikan yield obligasi 10 tahun AS. "Potensi inflasi lebih tinggi, yield obligasi naik. Ekonomi AS akan naik dan laba serta pasar saham AS akan naik. Jadi, dana balik ke AS," tambah Hans Kwee.
Situasi ini membuat dana yang sebelumnya diinvestasikan di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, cenderung bergerak kembali ke AS dimana imbal hasil yang ditawarkan semakin menarik. Fenomena ini menciptakan tekanan tambahan pada mata uang rupiah dan menyebabkan tren suku bunga tinggi dalam jangka waktu panjang di dalam negeri.
Implikasi Terhadap Ekonomi Dalam Negeri
Selain dampak global, ada beberapa faktor domestik yang turut berkontribusi terhadap pelemahan saham-saham perbankan di Indonesia. Salah satu pendorong utama adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketika yield obligasi di Amerika mengalami peningkatan, terjadi tekanan yang signifikan pada nilai tukar rupiah, berdampak pada kestabilan ekonomi domestik.
Dalam situasi ini, suku bunga acuan yang tinggi di Indonesia menjadi tidak terhindarkan dan berdampak lebih jauh terhadap sektor-sektor ekonomi lain. "Di dalam negeri, menghadapi tekanan kenaikan yield obligasi, pelemahan nilai tukar rupiah, dan suku bunga yang tinggi waktu yang lama," jelas Hans.
Pergerakan Saham-saham Blue Chip
Menurut data perdagangan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dicatat pada penutupan sesi I Rabu (15/1), saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mengalami penurunan sebesar 3,92 persen ke posisi 3.920 dalam sepekan. Saham Bank Tabungan Negara (BBTN) bahkan jatuh lebih dalam dengan penurunan 7,42 persen ke posisi 1.060. Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA) masing-masing melemah 4,35 persen dan 0,78 persen.
Saham Bank Negara Indonesia (BBNI) mencatatkan penurunan 3,65 persen ke posisi 4.210, sedangkan saham Bank CIMB Niaga (BNGA) dan OCBC NISP (NISP) mengalami penurunan masing-masing 1,16 persen dan 0,76 persen.
Strategi Investor pada Situasi Volatil
Hans Kwee menyoroti bahwa pada masa ketidakpastian ini, investor perlu mengadopsi pendekatan investasi yang lebih hati-hati. Mengambil posisi defensif dan berfokus pada diversifikasi portofolio bisa menjadi solusi untuk mengurangi risiko. "Pada saat seperti ini, penting bagi investor untuk tetap berpikiran tenang dan fokus pada fundamental jangka panjang," anjur Hans.
Bergerak maju, pelaku pasar perlu terus memantau kebijakan ekonomi global, terutama yang terkait Amerika Serikat, serta implikasi teradap ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kewaspadaan dan strategi investasi yang tepat bisa menjadi kunci untuk melewati volatilitas pasar yang sedang terjadi.
Tri Kismayanti
idxcarbon adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
20 Ide Konten YouTube Kreatif untuk Inspirasi Kreator: Mana yang Siap Kamu Coba?
- Rabu, 15 Januari 2025
Berita Lainnya
Pertumbuhan Kredit Perbankan 2024: Tren Positif yang Menguatkan Ekonomi
- Rabu, 15 Januari 2025