JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik setelah sejumlah dapur penyelenggara diduga melanggar standar operasional.
Dalam rapat koordinasi yang membahas kejadian menonjol terkait konsumsi MBG, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang menegaskan bahwa program ini tidak boleh diperlakukan sebagai bisnis komersial, melainkan sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap generasi muda Indonesia.
“MBG adalah wujud nyata kepedulian dan kecintaan Presiden Prabowo Subianto terhadap anak-anak Indonesia. Program MBG ini bukan bisnis,” ujar Nanik.
Pernyataan tersebut muncul setelah adanya laporan mengenai beberapa dapur mitra MBG yang tidak memenuhi standar kelayakan dan prosedur penyelenggaraan. Nanik menegaskan bahwa semangat utama program ini adalah memberikan asupan bergizi yang layak untuk anak-anak, bukan mencari keuntungan dari anggaran negara.
Asal Mula Program MBG dari Kepedulian Presiden
Dalam penjelasannya, Nanik mengungkapkan bahwa gagasan besar di balik program makan bergizi ini lahir dari pengalaman pribadi Presiden Prabowo Subianto lebih dari satu dekade lalu.
Kisah tersebut bermula pada tahun 2012, ketika Prabowo menerima laporan dari Nanik mengenai kondisi ibu-ibu di lapangan yang memisahkan makanan bekas pabrik untuk diberikan kepada anak-anak mereka.
“Dulu di tahun 2012, saya melaporkan kepada Pak Prabowo setelah bertemu ibu-ibu yang memisahkan makanan pabrik. Mereka memisahkan yang kotor dan yang bersih,” tuturnya.
Prabowo, lanjut Nanik, sangat tersentuh dengan kenyataan itu. Ia merasa tidak seharusnya ada anak Indonesia yang harus makan dari sisa makanan pabrik.
“Setelah diikuti, ternyata ibu-ibu itu memberi makan anaknya dengan makanan sisa buruh pabrik. Di sana Pak Prabowo merasa geram dan bilang: ‘Saat saya menjadi Presiden nanti, semua anak Indonesia akan saya beri makan tiap hari.’ Itulah asal mula kenapa MBG dimulai,” jelas Nanik.
Pernyataan itu menjadi dasar lahirnya Program Makan Bergizi Gratis, sebuah inisiatif besar yang kini dijalankan oleh BGN di seluruh Indonesia dengan dukungan dari ribuan dapur penyedia makanan bergizi.
Soroti Dapur Mitra yang Belum Layak Operasi
Dalam kesempatan yang sama, Nanik menyampaikan kritik terhadap sejumlah dapur mitra MBG yang dinilai belum memenuhi standar kelayakan dapur penyelenggara.
Ia menyebut bahwa dalam inspeksi yang dilakukan dari wilayah Kuningan hingga Nusa Tenggara Barat (NTB), masih banyak dapur yang beroperasi meskipun belum memenuhi syarat dasar seperti proses epoksi lantai dan sanitasi yang memadai.
“Dari Kuningan sampai NTB, saya sudah melihat beberapa dapur yang tidak layak. Saat awal peluncuran, dapur yang belum diepoksi tidak boleh beroperasi. Tapi sekarang, banyak dapur yang belum diepoksi tapi sudah beroperasi,” ujar Nanik.
Nanik menilai, masalah ini tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak. Ia menekankan pentingnya tanggung jawab bersama antara BGN, mitra dapur, dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk memperbaiki kekurangan di lapangan.
“Kita harus akui ini kelalaian kita bersama. Ini salah BGN, mitra, dan SPPG yang harus kita perbaiki bersama,” ujarnya menegaskan.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa BGN ingin membangun sistem kerja yang lebih akuntabel, terbuka terhadap kritik, dan fokus pada perbaikan kualitas pelaksanaan program.
Peringatan Soal Integritas dan Penggunaan Bahan Baku
Selain menyoroti standar operasional, Nanik juga memberi peringatan tegas terkait integritas pengelola dapur MBG, terutama dalam hal penggunaan bahan baku makanan.
Ia menegaskan agar tidak ada pihak yang berupaya mengambil keuntungan berlebih atau mengurangi komposisi bahan makanan demi efisiensi biaya pribadi.
“Jangan sampai ada yang mengurangi bahan baku. Pak Prabowo sampai menghitung sendiri menu itu, dan beliau berkesimpulan dengan Rp10.000 itu masih bisa pakai ayam dan telur,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar tidak terjadi praktik markup terhadap anggaran bahan makanan yang telah ditetapkan. Menurutnya, anggaran sebesar Rp10.000 per anak seharusnya sudah cukup untuk menyediakan menu bergizi seimbang, termasuk dua lauk dan susu dalam setiap sajian.
“Jadi jangan dimarkup. Anggaran bahan baku itu harus penuh. Selain susu, harus ada dua lauk, bukan satu,” tegas Nanik.
Untuk menjaga akuntabilitas, ia juga meminta seluruh pihak yang terlibat termasuk ahli gizi dan akuntan saling mengingatkan agar pengelolaan anggaran dan penyusunan menu tetap sesuai standar yang berlaku.
“Tolong saling mengingatkan ahli gizi dan akuntan untuk mengawal menu ini,” imbuhnya.
Harapan Perbaikan dan Komitmen Bersama
Program Makan Bergizi Gratis menjadi salah satu agenda besar pemerintahan Presiden Prabowo yang menyasar jutaan anak sekolah di seluruh Indonesia. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas gizi anak bangsa agar tumbuh sehat, cerdas, dan siap bersaing di masa depan.
Namun, tantangan di lapangan masih besar, mulai dari kesiapan infrastruktur dapur, ketersediaan bahan baku berkualitas, hingga pengawasan distribusi yang merata. Karena itu, Nanik menegaskan perlunya sinergi lintas sektor agar program ini benar-benar berjalan sesuai visi awal Presiden.
Ia berharap semua pihak, baik pemerintah daerah, penyedia dapur, maupun mitra logistik, bisa berkomitmen menjaga semangat program ini tetap bersih dari kepentingan bisnis. Dengan pengawasan yang ketat dan partisipasi masyarakat, Program MBG diharapkan mampu menjadi simbol keberpihakan negara terhadap kesejahteraan generasi muda.
“Kita ini sedang membangun masa depan anak-anak Indonesia, bukan bisnis. Jadi mari kita jalankan program ini dengan niat yang benar,” pungkas Nanik.