Sepakbola, adalah olahraga paling populer di negeri ini, dalam kurun waktu satu dekade terakhir, prestasi Timnas Indonesia dapat dikatakan mengalami pemerosotan. Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi timnas Indonesia. Sebab di tahun tersebut timnas Indonesia berada di posisi ke-179 ranking FIFA.Ini bukanlah satu-satunya. Pada Piala AFF, Timnas Indonesia dua kali menjadi finalis (tahun 2010 dan 2016), tetapi tiga kali gagal lolos dari fase grup, tepatnya pada turnamen edisi 2012, 2014, dan 2018. Selain itu, Timnas Indonesia absen pada Piala Asia 2011, 2015, dan 2019, dan sepanjang keikutsertaan di Piala Asia, timnas Indonesia tidak pernah lolos dari fase grup. Hal serupa juga terjadi pada level Liga Indonesia.
Penurunan prestasi Timnas Indonesia pada dunia persepakbolaan kerap dikaitkan dengan kegagalan bahkan krisispada pembinaan usia dini yang dilakukan oleh PSSI, bagaimana tidak, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 275 juta jiwa mencari 11 terbaik untuk berprestasi di Tim Nasional Indonesia saja tidak bisa?
Waktu Berlalu, hingga akhirnya terbit Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional, dan salah satu langkah yang diambil adalah kebijakan naturalisasi. Faktanya, naturalisasi melengkapikonsep “4 Sehat 5 Sempurna”. Sebelum naturalisasi, ada aspeklain yang harus terlebih dahulu dipenuhi, yakni talenta sepakbola berbakat, pelatih yang kompeten, klub yang menaungidan mengembangkan talenta tersebut, kompetisi yang berkualitas dan sehat serta kompetitif.
Naturalisasi, Tepatkah?
Suatu kebijakan tentu tidak bisa diterima oleh semua pihak, Kebijakan terkait naturalisasi cukup mengundang tentangan dariberbagai pihak. Dikutip dari model pembinaan semacam ini ditakutkan akan justru menutup potensi dari pemain lokal. Disisilain, terdapat sejumlah 300 pemain yang terpantau sebagai atletdiaspora Timnas Sepak Bola Indonesia. Angka tersebut tentuterlalu besar untuk tim-tim yang bermain di lapangan. Alangkahbaiknya jika PSSI lebih bijak memilih prioritas perkembangansepak bola Indonesia saat ini, seperti kompetisi kelompok umur dan piramida liga utama kita. Bukan berarti proses asimilasidilarang. Namun kami berharap PSSI bisa menempatkankonteks kewarganegaraan dengan lebih bijak dan tepat waktu. Seperti Jepang dengan Ramos yang kemudian menciptakankonsistensi aturan liga yang menguntungkan timnas.
Naturalisasi pada dasarnya adalah mempertahankankeindonesiaan orang Indonesia, bukan mengindonesiakan orang asing. Proses naturalisasi ini merupakan sesuatu yang panjangdan melibatkan banyak pihak, termasuk empat kementerian, yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Saat pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk pun juga masih melibatkan federasi, BIM, dua komisi di DPR RI yaitu Komisi 3 dan Komisi 10, hingga presiden.
Naturalisasi Bukanlah Solusi Final
Naturalisasi itu bukan merupakan solusi akhir, melainkantambahan. Dapat dianalogikan slogan 4 Sehat 5 Sempurna, komponen kelima dalam analogi tersebut adalah penyempurnaseperti halnya vaksin Booster ketiga. Kecil kemungkinan 11 anggota tim semuanya merupakan pemain naturalisasi. Pemain lokal memegang peranan yang sangat penting, dengan dukunganpemain naturalisasi melengkapi susunan pemain. Perbedaan tak lagi relevan ketika telah mengenakan Jersey Garuda. Kita harus mendukung yang berhak masuk ke Timnas adalah pemain terbaik yang memang eligible untuk bermain di Timnas Indonesia. Sehingga ketika dia sudah termasuk dalam pemain timnas, pun tidak boleh ada dikotomi lagi. Apakah merupakanpemain keturunan asing atau tidak mereka adalah pemain Tim Nasional Indonesia.
Proses ini adalah perjalanan yang panjang. Naturalisasi pemain hanyalah salah satu langkah percepatan, sebagaimanayang diatur dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2019 tentangpercepatan pembangunan sepakbola nasional, di mana pembinaan menjadi kunci utama melalui Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP), Pusat Pelatihan Olahraga Pelajar (PPOP), dan Sekolah Khusus Olahraga (SKO). Ini adalah pencapaian penting yang telah diambil oleh PSSI. Penulismelihat bahwa tindakan PSSI ini sesuai dengan Teori SumberDaya Manusia (Human Capital Theory) dari Gary Becker yang menyatakan bahwa individu dan organisasi harus menganggappendidikan dan pelatihan sebagai investasi untuk menghasilkankeuntungan jangka panjang. Pembinaan usia dini adalah kunci untuk membangun tim nasional yang kuat dan berkelanjutan. Dengan menerapkan Human Capital Theory, PSSI dapat memandang program pembinaan usia dini seperti PPLP, PPOP, dan SKO sebagai investasi dalam modal manusia. Melaluipelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan, para pemain mudaakan berkembang menjadi pemain berkualitas tinggi yang dapat memberikan kontribusi signifikan kepada timnas Indonesia.
Konsep Utilization of Diaspora Player
Dalam dunia sepakbola saat ini terdapat sebuah konsep yang dikenal dengan “Utilization of Diaspora Player”. Indonesia memiliki sekitar 9 juta diaspora yang tersebar di lebihdari 90 negara. Semenjak piala dunia 1930 Indonesia telahmenggunakan pemain dikalangan diaspora, yang pada saat itu persentasenya sekitar 10 persen. Sehingga pada piala dunia berikutnya, dimana terdapat 40 tim dan 1100 atlet, 110 diantaranya merupakan atlet diaspora, yang lahir diluar daritanah kelahirannya, kemudian dinaturalisasi. Praktik ini umum dilakukan oleh banyak negara.. Potensi diaspora Indonesia sendiri tersebar di 90 negara, bukanlah emosi naturalisasi melainkan equanimity, sekarang adalah bagaimana kita memanfaatkan the best of both world, talenta yang ada didalamnegeri kita, dari Sabang sampai Merauke, yang kita kombinasikan dengan talenta diaspora kita, ini akan menjadi sebuah sinergi.
Dalam konteks pemanfaatan pemain diaspora, PSSI bisa memanfaatkan jaringan dan hubungan sosial dengan pemain-pemain Indonesia yang berkarir di luar negeri. Hal ini sesuai dengan teori modal sosial (social capital theory) oleh Pierre Bourdieu yang menyatakan bahwa modal sosial sebagai jaringanhubungan yang dapat memberikan keuntungan bagi individuatau kelompok. Modal sosial mencakup sumber daya yang tersedia melalui hubungan dan jaringan sosial.
Dalam konteks pemanfaatan pemain diaspora, PSSI bisa memanfaatkan jaringan dan hubungan sosial dengan pemain-pemain Indonesia yang berkarir di luar negeri. Pemain diaspora memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperoleh darikompetisi di luar negeri, yang bisa menjadi modal sosialberharga bagi timnas Indonesia. Dengan memanfaatkan modal sosial ini, PSSI bisa meningkatkan kualitas timnas melaluiintegrasi pemain diaspora yang memiliki keunggulan kompetitif?. Pemain diaspora memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperoleh dari kompetisi di luar negeri, yang bisa menjadi modal sosial berharga bagi timnas Indonesia. Dengan memanfaatkanmodal sosial ini, PSSI bisa meningkatkan kualitas timnas melalui integrasi pemain diaspora yang memiliki keunggulankompetitif
Hegemoni Timnas Yang Riuh dan Luar Biasa Menjadi Penyemangat Pembinaan Usia Dini
Keberhasilan Timnas Indonesia di berbagai ajang internasional telah menciptakan euforia yang meriah di kalangan penggemar sepak bola. Prestasi gemilang yang mereka raih tidak hanya memicu semangat para penggemar dewasa, tetapi juga menyalakan api antusiasme pada generasi muda untuk lebih giat berlatih dan mengejar mimpi mereka di dunia sepak bola.Reputasi sejalan dengan prestasi, kini Timnas menjadi suatu tujuan untuk generasi dini anak Indonesia.
Prestasi luar biasa dari timnas Indonesia dapat dilihat sebagai bentuk hegemoni dalam sepak bola nasional. Keberhasilan timnas menciptakan euforia dan menjadi inspirasi bagi generasi muda. Hal tersebut sesuai dengan teori hegemonioleh Antonio Gramsci yang memperkenalkan konsep hegemonisebagai dominasi budaya di mana nilai-nilai dan norma-norma dari kelompok dominan diterima oleh masyarakat secara luassebagai norma umum. Hegemoni memungkinkan kelompok dominan untuk mempengaruhi ideologi dan perilaku masyarakattanpa paksaan langsung. Dominasi ini tidak hanya meningkatkanminat dan partisipasi dalam sepak bola, tetapi juga mendoronginvestasi dalam pembinaan usia dini. Hegemoni prestasi ini membantu membentuk nilai-nilai dan aspirasi masyarakat, di mana sepak bola dilihat sebagai jalur prestasi dan kebanggaannasional?
Secara keseluruhan, fenomena hegemoni Timnas yang riuh ini telah menciptakan suasana yang sangat positif bagi perkembangan sepak bola usia dini di Indonesia. Semangat dan euforia yang ada memberikan dorongan besar bagi anak-anak untuk bermimpi besar dan bekerja keras, dengan harapan suatu hari mereka juga bisa berdiri di lapangan yang sama, mengenakan seragam merah putih, dan membuat bangsa bangga. Ini adalah momentum yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh semua pihak yang peduli pada kemajuan sepak bola di Indonesia, memastikan bahwa generasi muda mendapatkan dukungan dan kesempatan terbaik untuk mencapai potensi mereka yang penuh.
Penulis: Chandra Margatama