JAKARTA - Banyak orang sering memanaskan kembali sayuran sisa untuk dijadikan santapan berikutnya, terutama dengan menggunakan microwave.
Praktik ini memang praktis, tapi ternyata membawa risiko kesehatan yang perlu diperhatikan. Sayuran, meski dikenal kaya nutrisi, memiliki karakter yang sensitif terhadap panas, cahaya, dan oksigen. Oleh karena itu, kebiasaan memanaskan ulang bisa berdampak lebih dari sekadar menurunkan cita rasa.
Dampak Panas pada Nutrisi Sayuran
Sayuran mengandung air tinggi dan kaya vitamin C, B1, B2, folat, serta karotenoid. Kandungan ini sangat rentan terhadap panas. Ketika dipanaskan di microwave, molekul air di dalam jaringan sayuran bergetar dengan cepat, menghasilkan panas lokal yang merusak dinding sel tanaman. Akibatnya, air dan nutrisi penting keluar dari sayuran. Perubahan ini dapat terlihat dari warna sayuran yang menjadi lebih gelap, teksturnya lembek atau keras, hingga hilangnya aroma dan rasa alami.
Proses ini menjadi lebih signifikan pada sayur tumis yang sudah dibumbui. Garam, kecap, atau saus lain mempercepat oksidasi vitamin, sehingga kandungan gizinya lebih cepat menurun dibanding saat sayuran baru dimasak.
Meskipun microwave bisa digunakan untuk mengukus sayuran segar, karena waktu pemanasan lebih singkat dan penggunaan air minimal, tetap saja memanaskan ulang sayuran matang memiliki risiko tersendiri.
Risiko Nitrit dan Senyawa Berbahaya
Bahaya terbesar dari memanaskan ulang sayuran bukan sekadar hilangnya vitamin, melainkan kemungkinan terbentuknya nitrit. Beberapa sayuran, seperti bayam, kangkung, sawi hijau, bok choy, brokoli, seledri, dan bit, mengandung nitrat alami. Saat dimasak, nitrat masih aman. Namun, jika dibiarkan terlalu lama pada suhu ruang, bakteri dapat mengubah nitrat menjadi nitrit.
Pemanasan ulang dengan microwave mempercepat reaksi kimia tersebut. Nitrit diketahui menurunkan kemampuan sel darah merah membawa oksigen. Lebih jauh, jika bereaksi dengan asam amino tertentu, terbentuk nitrosamin, senyawa yang berpotensi memicu kanker bila dikonsumsi secara terus-menerus. Dewan Informasi Pangan Eropa (EUFIC) menyatakan bahwa jumlah nitrosamin dari pemanasan ulang memang kecil, namun efek jangka panjang tetap menjadi perhatian kesehatan.
Selain itu, dari sisi keamanan pangan, sayuran yang disimpan lebih dari dua jam atau semalaman berisiko ditumbuhi bakteri seperti Bacillus cereus. Spora bakteri ini tahan panas, sehingga tidak mati meski sayuran dipanaskan kembali. Akibatnya, konsumen bisa mengalami keracunan ringan berupa mual, diare, atau sakit perut. Hal ini menegaskan bahwa memanaskan ulang sayuran tidak semudah memanaskan makanan lain.
Cara Aman Memanaskan Sayuran
Meski begitu, ada beberapa cara untuk tetap menikmati sayuran hangat tanpa kehilangan nutrisi atau menghadapi risiko kesehatan. Untuk sayuran rebus, tambahkan sedikit air dan tutup dengan wadah tahan panas, lalu panaskan sebentar dengan suhu rendah. Metode ini menjaga warna dan tekstur sayuran lebih baik daripada pemanasan tinggi yang terlalu lama.
Untuk sayur tumis, cukup aduk sebentar di wajan panas selama beberapa detik. Teknik ini membantu sayuran tetap segar, renyah, dan aromanya terjaga, sekaligus mengurangi risiko terbentuknya senyawa berbahaya.
Penting untuk diingat bahwa sayuran yang sudah didiamkan semalaman atau memiliki kuah sebaiknya tidak dipanaskan ulang, karena kondisi tersebut sangat mendukung pertumbuhan bakteri dan reaksi kimia yang menghasilkan nitrit.
Kesimpulannya, kebiasaan terbaik untuk menjaga kesehatan adalah memasak sayuran secukupnya sesuai kebutuhan sekali makan. Hindari menyimpan sisa yang perlu dipanaskan kembali. Dengan demikian, nutrisi tetap terjaga, rasa lebih segar, dan risiko kesehatan jangka panjang dapat diminimalkan. Memahami cara penyimpanan dan pemanasan yang benar menjadi kunci agar manfaat sayuran tetap optimal.