JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini mempercepat langkah dalam menata kembali industri pergadaian di Indonesia.
Melalui empat kebijakan strategis yang tengah difinalisasi, lembaga ini menegaskan komitmennya untuk menghapus praktik gadai ilegal sekaligus memperkuat posisi usaha gadai berizin di tanah air.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menjelaskan bahwa kebijakan baru ini menjadi bagian dari upaya deregulasi yang bertujuan mempermudah proses perizinan dan meningkatkan akses pelaku usaha terhadap industri gadai yang resmi.
Dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025, Agusman menyebutkan bahwa OJK sedang mematangkan empat pilar utama deregulasi yang akan diterapkan. Keempat pilar tersebut meliputi:
-Penyederhanaan proses perizinan usaha.
-Penahapan pemenuhan modal disetor minimum.
-Relaksasi ketentuan ekuitas minimum, terutama untuk skala kabupaten atau kota.
-Pengaturan khusus terkait tenaga penaksir.
Menurut Agusman, langkah deregulasi ini akan membuka peluang bagi pelaku usaha yang selama ini belum memiliki izin resmi akibat kendala modal atau ekuitas. Dengan aturan baru ini, mereka diharapkan segera mendaftar dan memperoleh legalitas dari OJK.
“Karena memudahkan perizinannya dari segi permodalan, taksasi, dan seterusnya itu, setelah adanya ketentuan itu nanti, ini memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat luas dan pelaku di industri ini yang sudah melakukan usaha tapi belum berizin untuk segera berizin,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (14/10/2025).
Risiko Gadai Ilegal, Ancaman bagi Keuangan dan Keamanan Publik
Masih maraknya praktik gadai ilegal menjadi perhatian serius bagi OJK. Aktivitas tanpa izin ini bukan hanya merugikan masyarakat secara finansial, tetapi juga membuka peluang bagi tindak kejahatan seperti pencucian uang dan penadahan barang ilegal.
Agusman menegaskan bahwa relaksasi dan penyederhanaan aturan bukan berarti pelonggaran pengawasan. Sebaliknya, langkah ini bertujuan agar pelaku usaha dapat masuk ke jalur legal dan tunduk pada pengawasan yang ketat.
“Kami memikirkan dengan seksama tentang masa depan dari industri ini, termasuk relaksasi ini untuk memungkinkan supaya kita mengatasi gadai-gadai ilegal,” jelasnya.
Ia menambahkan, OJK juga akan memperkuat prinsip Good Corporate Governance (GCG) bagi perusahaan gadai berizin agar tetap menjaga transparansi, integritas, dan perlindungan konsumen. Dengan begitu, masyarakat memiliki jaminan bahwa transaksi gadai dilakukan sesuai aturan dan terhindar dari risiko kerugian akibat praktik ilegal.
Di sisi lain, kebijakan ini juga diharapkan mampu mendorong transformasi industri pergadaian menuju tata kelola yang lebih profesional dan berkelanjutan. Selain menciptakan iklim usaha yang sehat, deregulasi ini juga berpotensi memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan mikro yang aman dan terpercaya.
OJK Beri Kesempatan Gadai Ilegal untuk Legalisasi
Dalam data yang diungkapkan oleh Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Adief Razali, terdapat sekitar 230 entitas usaha gadai ilegal yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun, angka ini diyakini masih dapat bertambah, mengingat sejumlah pelaku belum melaporkan kegiatan usahanya secara resmi.
Menghadapi situasi tersebut, OJK memberikan kesempatan kepada perusahaan gadai ilegal untuk segera berbenah dan mendaftarkan diri sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Adief menuturkan, OJK kini sedang menyiapkan penyesuaian aturan, terutama terkait modal disetor minimum, agar lebih realistis bagi perusahaan-perusahaan kecil yang ingin memperoleh izin. Penyesuaian ini penting karena masa transisi pelaksanaan UU P2SK hanya berlaku selama tiga tahun dan akan berakhir pada 12 Januari 2026.
“Regulasi sekarang kan sekitar Rp2 miliar modalnya. Nanti akan dideregulasi, itu memberi kesempatan nanti ke perusahaan-perusahaan yang ilegal tadi. Jadi bisa ada waktu untuk memenuhi persyaratan dalam beberapa bulan ini, karena batas transisi tiga tahunnya sudah hampir jatuh tempo,” ujar Adief Razali.
Kebijakan ini menjadi bentuk kompromi antara penegakan hukum dan pembinaan. OJK ingin agar pelaku gadai ilegal tidak serta-merta ditutup, melainkan diberi ruang untuk menyesuaikan diri dengan aturan agar dapat beroperasi secara legal. Dengan demikian, masyarakat tetap terlindungi, sementara pelaku usaha memperoleh kesempatan tumbuh dalam sistem keuangan yang sehat dan diawasi.
Selain itu, OJK juga berkomitmen memperkuat edukasi keuangan bagi masyarakat, agar mereka mampu mengenali ciri-ciri lembaga gadai resmi dan menghindari jebakan gadai ilegal yang kerap merugikan.
Melalui empat strategi utama tersebut, OJK berupaya menyeimbangkan antara kepentingan perlindungan konsumen dan pengembangan industri gadai nasional. Pendekatan deregulasi ini tidak hanya difokuskan pada penegakan hukum, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan membuka akses legal terhadap layanan gadai yang aman dan transparan.
Dengan tenggat implementasi UU P2SK yang semakin dekat, langkah cepat OJK diharapkan mampu menciptakan ekosistem industri pergadaian yang lebih sehat, inklusif, dan bebas dari praktik ilegal. Harapannya, seluruh pelaku usaha dapat bertransformasi menuju sistem keuangan formal yang terpercaya dan berpihak kepada masyarakat.